Ibu Carsinah


Merenda Masa Depan Lebih Cerah dengan Tabungan

“… Kalau Sekarang Kan di Rumah Banyak Tikus. Kurang Nyaman Namanya Juga Kontrakan Murah. Makanya Salah Satu Mimpi Saya Pengen Sekali Punya Rumah…”

Bermodal Lemari dan Penanak Nasi

Daerah Kampung Bambu, Cilincing, Jakarta Utara tidak asing di mata Ibu Carsinah. Perempuan kelahiran tahun 1982 ini memiliki kakak ipar yang memiliki usaha kerang hijau atau masyarakat Kampung Bambu mengenalnya dengan sebutan kijing. Kala itu, ibu satu orang anak ini masih bolak balik ke luar negeri bekerja menjadi tenaga kerja wanita, yang dilakukan sejak ia berumur 16 tahun. Negara-negara yang ditujunya adalah negara timur tengah. Qatar menjadi tempat keberangkatan terakhir sebelum akhirnya mempensiunkan kopernya karena Ibu Carsinah memutuskan untuk mencari pekerjaan di tanah air.

Selang setahun tinggal di Jakarta, Ibu Carsinah menikah dengan anak buah nelayan. Keluarga dimulai dari awal. Semua penghasilannya selama menjadi TKW dia berikan kepada kedua orangtuanya di Indramayu. Maka, ia mulai babak baru kehidupan di Jakarta dengan bermodalkan kontrakkan satu petak, sebuah lemari, dan penanak nasi elektrik. “Saya inget sekali pertama kali saya nikah sama suami saya. Cuma punya lemari ama rice cooker. Kalau mau makan harus beli. Itu juga cari makanan yang murah.” Penghasilan suami Ibu “Carsinah sebesar 70 ribu per hari harus mencukupi kebutuhan keluarganya.

Hidup prihatin menjadi tema dalam kehidupan Ibu Carsinah. Saat itu, suami Ibu Carsinah adalah buruh menyelam yang mengambil kijingkijing di peternakan kijing di laut. Sehingga berapapun kijing yang dihasilkan, uang bayaran yang didapatkan tetaplah sama. Setelah beberapa tahun ’ikut orang’, suami Ibu Carsinah ingin sekali mencari kerang hijau sendiri.

Setelah 2 tahun menikah, akhirnya ia memutuskan untuk menyewa kapal bersama dengan temanteman nelayannya yang lain. Mereka akan beramai-ramai menyelam untuk mencari kijing yang menempel di kapal-kapal besar. Satu kapal mereka sewa sekitar 35 ribu per orang namun bisa dimintai lebih oleh pemilik kapal bila dirasa kijing yang didapatkan lebih banyak. Maka setiap orang bisa membayar sewa kapal berbeda dengan teman yang lain walaupun mereka menyewa kapal yang sama.

Perjalanan Bergabung di KKI

Setelah berhenti menjadi anak buah nelayan, suami Ibu Carsinah setiap hari berangkat melaut bersama teman-temannya. Modal suaminya adalah bekal makanan yang dibawa untuk dimakan di kapal dan biaya sewa kapal. Penghasilan setiap harinya dirasakan makin meningkat. Bila sebelumnya penghasilannya 70 ribu setiap hari maka ketika melaut sendiri pendapatan minimalnya adalah 150 ribu.

Keberhasilannya meningkatkan penghasilan membuat suaminya senang mengajak Ibu Carsinah makan di luar rumah. “Dulu kan susah sekali ya. Karena hasil suami saya pas-pasan. Begitu lepas nyari kijing sendiri agak lumayan hasilnya. Jadi, hampir setiap hari pasti bapaknya ngajak ke Islamic makan bareng.” Kebiasaan makan di luar hampir setiap hari membuat penghasilan yang meningkat tidak merubah kondisi keluarga secara keseluruhan. Bahkan, barangbarang perabotan rumah tangga tidak banyak mengalami penambahan.

Keadaan itu akhirnya berubah setelah Ibu Carsinah bergabung dengan KKI. Pertama kali mengenal KKI, Ibu Carsinah mengetahuinya melalui Ibu Nelis salah satu anggota yang sudah lama bergabung. Mendengar ada tambahan modal yang bisa didapatkan, maka ia dengan semangat menerima ajakan untuk bergabung. Sebab saat itu ia benar sedang sangat membutuhkan modal. Saat itu pinjaman pertama yang didapatkan oleh Ibu Carsinah adalah sejumlah 1 juta rupiah. Akan tetapi ternyata setelah menjalani proses menjadi anggota baru mengikuti pelatihan Persiapan Kelompok 1 dan 2, niatnya bergabung bukan karena semata-mata ingin mendapatkan modal. Ia mendapatkan pencerahan mengenai bagaimana cara mengelola keuangan, terutama mengenai hemat dan menabung. Ia menjadi malu sendiri karena selama ini terlalu boros dalam mengatur keuangan keluarga. “Setelah ikut KKI, setiap bapak ngajak saya makan di luar saya bilang ke suami saya, kata Pak Ferry jangan kebanyakan jajan pak. Uangnya harus ditabung,” kata Ibu Carsinah tersenyum lebar mengingat kejadian lalu. Pak Ferry adalah kepala cabang KKI di saat itu.

Uang 1 juta yang didapatkan dari KKI seluruhnya digunakan untuk memodali usaha suaminya. Sebelumnya suaminya menyewa beramai-ramai dengan beberapa temannya. Kini setelah mendapatkan modal dari KKI, ia gunakan uang itu untuk menyewa kapal sendiri sebesar 100 ribu. Keuntungan menyewa kapal sendiri adalah lebih bebas untuk menentukan tempat menyelam dan bisa berpindah tempat menyelam sesuka hati sehingga peluang mendapatkan kijing lebih besar. Bila sedang beruntung mendapatkan beberapa karung kijing, biasanya pemilik kapal akan meminta ongkos sewa kapal lebih dari 100 ribu.

‘Ketagihan Menabung’

Pendapatan yang dihasilkan setelah menyewa kapal sendiri tentu saja semakin meningkat. Walaupun tentu saja penghasilan kijing tidak sama setiap harinya. Terkadang suami Ibu Carsinah mampu mendapatkan tiga sampai empat karung kijing tapi bisa juga hanya mendapatkan setengah karung atau tidak mendapatkan kijing sama sekali. Terutama saat ‘musim baratan’ yaitu ketika ombak di laut sangat tinggi sehingga susah pergi melaut. Sebelum kijing bisa dijual, ia harus melewati beberapa proses. Kijing yang didapatkan oleh suami Ibu Carsinah akan dibersihkan karena masih menempel satu sama lain. Suami ibu Carsinah akan mengupah orang lain untuk membersihkan kijing dengan biaya 10 ribu per karung. Setelah dibersihkan, kijing akan direbus di lapak perebusan. Maka, suami Ibu Carsinah harus membayar biaya perebusan sebesar 15 ribu per karung. Setelah itu kijing akan dikupas dan mereka akan meminta bantuan orang lain dengan upah 3 ribu per kilo karena waktunya tidak akan cukup apabila dilakukan sendiri. Setelah selesai dikupas mereka akan jual ke tengkulak seharga 35 ribu per kilo.

Ilmu menabung yang didapatkan oleh Ibu Carsinah dari KKI dilakukannya setiap hari. Ia rutin menyisihkan pendapatan suaminya. Setiap suaminya memberikan uang belanja ia akan segera menyisihkan 5 sampai 10 ribu di celengan miliknya. Selain itu, ia juga rutin menabung di KKI setiap minggu. Kebiasaannya menabung membuat ia bisa membeli beberapa barang secara tunai, kebiasaan yang jarang dilakukan oleh masyarakat di tempat tinggalnya. Para ibu di sana umumnya gemar membeli barangbarang secara kredit sehingga harga jualnya lebih mahal dari aslinya. Barang-barang seperti kipas angin, kulkas, dan lemari dapur mulai menghiasi rumahnya. Ia juga bisa membayar DP motor, kendaraan yang memudahkannya dalam mengantarkan kijing ke tengkulak.

Keuntungan menabung ternyata menginspirasi suaminya. Suaminya mulai tertular virus menabung. Hal ini membuat suami Ibu Carsinah mulai menitipkan uangnya sebesar 10 sampai 20 ribu kepada Ibu Carsinah, di luar uang belanja yang biasa diberikan. Setelah terkumpul 1 juta rupiah suami Ibu Carsinah terkejut sendiri dan hal itu menambah semangatnya untuk lebih banyak menabung. Akhirnya, suami Ibu Carsinah mampu menabung 50 sampai 100 ribu setiap harinya. Luar biasa, kini uang tabungan milik suaminya sudah terkumpul kurang lebih 10 juta rupiah.

Merenda Satu Persatu Mimpi Keluarga

Keinginan terbesar Ibu Carsinah adalah meninggalkan rumah kontrakkan dan memiliki rumah sendiri. Ibu Carsinah menyadari tempat tinggalnya sekarang masih belum layak huni. “Pengen sekali punya rumah. Kalau sekarang kan di rumah banyak tikus. Kurang nyaman namanya juga kontrakkan murah. Makanya salah satu mimpi saya pengen sekali punya rumah di sini. Gak mau yang jauh-jauh dari tempat usaha.”

Namun, keinginannya ini harus dia pendam dahulu karena tabungan yang ada baru cukup untuk membeli kapal. “Suami saya bilang beli kapal aja dulu. Soalnya kapal kan buat cari kijing. Ntar, untungnya bisa buat beli rumah,” kata Ibu Carsinah menirukan perkataan suaminya dengan semangat.

Saat ini hasil tabungan suami Ibu Carsinah sudah terkumpul 10 juta. Bila dilihat jumlahnya sebenarnya sudah cukup untuk membeli kapal bekas. Akan tetapi, suami Ibu Carsinah memilih untuk menyelesaikan pembayaran motor yang tinggal 6 bulan lagi sambil menunggu ada orang yang sedang membutuhkan uang dan menjual kapal dengan harga murah.

bu Carsinah dan keluarga sedang berjuang keras untuk merenda satu per satu mimpi mereka agar bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah. Ibu Carsinah menyadari sekali bahwa untuk mencapai kehidupan yang lebih cerah bukanlah hal mudah. Pengalaman hidup selama ini mengajarinya bahwa kerja keras mutlak diperlukan untuk mencapai itu semua.

Dia pun mengakui bahwa kerja keras tidak akan pernah cukup tanpa diiringi dengan kebiasaan menghemat dan menabung yang dia dapatkan di KKI. Nilai-nilai yang dia dapatkan ini yang sekarang dijadikannya modal sosial untuk bisa menyongsong masa depan yang lebih cerah.

Mari kita doakan agar perjuangan Ibu Carsinah akan membuahkan hasil kedepannya.